Pak Siregar…bagi saya mengabdi di Kecamtan Barumun ini sudah menjadi tujuan hidup,” sambungku dengan suara stengah parau.
Itu kan idealisme kau berpikir, kalau  ditanya kata hati kecil, apakah tidak ada kekecewaanmu terhadap  pemerintah yang kurang memperhatikan kesejahteraan hidupmu? Kering. Din!  Mnejadi guru bukanlah impian orang-orang. Satu-satu manusia yang mau  dengan ikhlas dan tulus menjadi guru. Menjadi guru adalah sebuah jalan  sunyi, panjang dan melelahkan.
Marfuddin Lubis, seorang sarjana yang  mengabdikan diri dengan sepenuh jiwa untuk mengajar anak-anak kampung di  daerah asalnya. Kecamatan Barumun Kabupaten Tapanuli Selatan Provinsi  Sumatera Utara. Dengan horor yang tak seberapa di tengah kebutuhan hidup  yang menggila, ia tetap bersikukuh menjadi guru di dua sekolah swasta,  SMP Islam Nurazizi dan Madrasah Aliyah Amaliyah, yang bangunannya nyaris  ambruk. Tak hanya bangunan, jumlah siswa di kedua sekolah tersebut kian  hari kian sedikit. Bahkan pemilik yayasan SMP Islam Nurazizi dengan  serta merta menjual tanah dan bangunan sekolah tersebut tanpa  memerdulikan kelanjutan nasib para siswa dan juga guru.
Tak hanya itu, beberapa waktu kemudian,  satu per satu guru di Madrasah Aliyah Amaliyah pun hengkang dari sekolah  yang kini hanya memiliki beberapa gelintir siswa itu. Mereka lebih  memilih tawaran mengajar yang menggiurkan dengan gaji super tinggi di  SMA Harapan Bangsa, sekolah baru berbasis internasional. Bagaimana nasib  Marfuddin Lubis selanjutnya?….


Tidak ada komentar:
Posting Komentar